Manusia dilahirkan dan datang ke dunia ini dalam
keadaan polos, telanjang, buta ilmu pengetahuan, walaupun ia dibekali
dengan kekuatan dan pancaindera yang dapat menyiapkannya untuk mengetahui dan
belajar.
Allah
swt. berfirman:
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.” (An-Nahl 78).
Maka
pendengaran, penglihatan dan akal ialah alat-alat yang diberikan oleh Allah
kepada manusia untuk digunakannya memperoleh pengetahuan dan merupakan
jendela-jendela yang melaluinya orang dapat menjenguk ke alam yang luas untuk
mengetahui rahasia-rahasianya, kemudian mengambil manfaat dari apa yang Allah
telah mengisinya untuk kemakmuran, kebahagiaan dan kelestarian hidup manusia,
makhluknya yang diamanatkan untuk menjadi khalifah-Nya di atas bumi ini.
Orang-orang
yang tidak mengambil manfaat dari pemberian Allah itu dan tidak menggunakannya
sesuai dengan fungsinya, patut digolongkan ke dalam bilangan binatang, karena
mereka telah menyia-nyiakan pemberian Allah untuk mencari ilmu dan pengetahuan
sebagai pembentuk kepribadian manusia. Berfirman Allah swt.:
“Dan
Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tandakekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raaf 179).
1. Kunci ilmu
pengetahuan
2.
Membaca
3. Menyelidiki
alam semesta
Mengadakan
perjalanan di atas bumi Allah
Itulah
bidang-bidang yang dapat memberi banyak pengetahuan yang bermanfaat kepada
manusia, dan yang banyak disebut-sebut dalam Al-Qur’an untuk menjadi perhatian
dan bahan penyelidikan umat Islam.
Tentang
bidang membaca, Allah berfirman:
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya. “(Al-alaq 1-5).
“Nun,
demi kalam dan apa yang mereka tulis.” (Nun 1).
Rasulullah
saw. telah memberi kesempatan kepada para tawanan musyrikin Quraisy dalam
perang Bad’r yang tidak sanggup menebus dirinya dengan
harta, agar mengajar membaca dan menulis kepada sepuluh anak
orang Islamsebagai tebusan. Hal mana menunjukkan betapa besarnya perhatian
Rasulullah terhadap mata pelajaran membaca dan menulis sebagai kunci ilmu
pengetahuan.
Tentang
anjuran menyelidiki alam semesta, Allah berfirman:
“Katakanlah:
"Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan
Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak
beriman". “ (Yunus 101).
“Dan
Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu
yang diciptakan Allah.” (Al-A’raaf 185).
“Katakanlah:
"Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, Yaitu
supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri;
kemudian kamu fikirkan (tentang ciptaan Allah) .” (Saba’ 46).
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”
(Ali Imraan 190-191).
Rasulullah
saw. bersabda setelah membaca ayat-ayat ini: “Binasalah orang yang membacanya
dan tiada merenungkannya.”
Tentang
anjuran agar orang bepergian mengelilingi bumi berfirmanlah Allah
swt:
“Maka
Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang
buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj
46).
“Dan
Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari
permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka
perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian
Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (Al ‘Ankabuut 19-20).
Islam merasa
tidak cukup dengan hanya menunjukkan kunci-kunci ilmu pengetahuan dan
jalan-jalan untuk mencapainya.Islam bahkan mendorong orang untuk giat
menuntutnya dan bersungguh-sungguh dalam mengejarnya dan menguasai segala
bidangnya. Allah swt. berfirman:
"Ya
Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Thaaha 114).
Diriwayatkan
bahwa Rasulullah saw. setelah turunnya ayat ini berdo’a: “Ya Allah, ajarkanlah
kepadaku apa yang berguna bagiku, dan berilah kepadaku manfaat dari apa yang
Engkau ajarkan kepadaku, dan tambahlah ilmuku, segala puji bagi-Mu atas segala
hal.”
Orang
tidak akan merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang ia telah
capai, tetapi selalu berusaha menambah pengetahuannya, berbeda dengan
kebutuhan-kebutuhan duniawinya. Sebab barangsiapa telah dikaruniai ilmu, maka
ia telah memperoleh karunia kebajikan dari segala sudutnya:
Firman
Allah swt.: .
“Allah
menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang
Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah).” (AlBaqarah 269).
Kekayaan
duniawi tidak ada bobotnya dibandingkan dengan kekayaan ilmu dan pengetahuan,
sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
الدّنيا
ملعونة، ملعون ما فيها إلاّ ذكرالله وما والاه وعالما أو متعلّما. (رواه الترمذى
“Dunia
itu terkutuk dan terkutuk semua apa yang ada di dalamnya kecuali orang yang
berdzikir (ingat) kepada Allah, orang alim dan orang menuntut ilmu.” (rw.
Atturmudzi).
Karena
itu sifat iri hati (hasad) yang tercela dalam agamaIslam, bahkan dipuji jika
sasarannya ilmu dan pengetahuan. Bersabda Rasulullah saw.:
“Tiada
iri hati (hasad) yang dibolehkan kecuali terhadap dua sasaran; terhadap orang
yang dikaruniai Allah harta kekayaan dan digunakan untuk menegakkan hak dan
kebenaran dan terhadap orang yang dikarunniai Allah ilmu
dan hikmah yang diajarkannya lain orang dan dijadikannya
pedoman putusan hukumannya”.
Al-Qur’an
menetapkan bahwa Rasul yang diutus oleh Allah ditugaskan membaca ayat-ayat
untuk manusia, mensucikan mereka dengan ajaran akhlak yang luhur dan peradaban
yang tinggi dan mengajar mereka kitab Allah dan hikmah(ilmu pengetahuan).
Allah berfirman:
“Dia-lah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (Al-Jumu’ah 2).
Orang
yang alim dan orang yang bodoh (buta ilmu) tidaklahsama kedudukannya
terhadap Allah maupun di pandangan masyarakat, demikian pula
tidak sama penilaiannya tentang soal-soal kehidupan. Allah
berfirman:
“Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?".(Az-Zumar 9).
Orang
yang berpengetahuan melek (terbuka) hati dan jiwa sedang orang tidak
berpengetahuan adalah adalah buta hati, bua jiwa dan mudah tersesat oleh godaan
syaitan. Allah swt. berfirman:
“Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadalah
11)
“Demikianlah
Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami.” (Ar-Ruum 59).
“Adakah
orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu
benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal saja yang
dapat mengambil pelajaran,”(Arra’d 19).
Orang
yang tidak memberi penghargaan kepada para ulama, tidaklah patut mengaku
dirinya pengikut Muhammad dan penganut agama Islam, sebagaimana sabda
Rasulullah saw.:
“Tidak
termasuk golongan kita barangsiapa tidak mengasihi yang kecil-kecil dan muda
usia di antara kita dan menghormati yang besar-besar dan lanjut usia serta
tidak memberi penghargaan kepada para ulama kita.”
Allah
swt., memberi penilaian sama tinggi kepada kesaksian para ulama dan dengan
kesaksian para malaikat tentang kebenaran keesaan-Nya, bahkan menggabungkan
kesaksian para ulama kepada kesaksian-Nya!
“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imran 18).
“Berkatalah
orang-orang kafir: "Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul".
Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu, dan antara
orang yang mempunyai ilmu Al Kitab". (Ar-Ra’d 43).
Dan
untuk mengetahui betapa tinggi penilaian agama Islam terhadap ilmu pengetahuan,
terhadap ulamanya, terhadap pengajaranya dan terhadap penuntutnya, maka dapat
dibuktikan dengan beberapa hadits Rasulullah saw. sebagai berikut:
“Barangsiapa
melalui jalan untuk menuntut ilmu, Allah menggampangkan baginya jalan ke
syurga, dan bahwa para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang
menuntut ilmu sebagai tanda rela dan simpati bagi orang itu. Dan bahwa para
ulama itu adalah pewaris para nabi, karena pada nabi tidak mewariskan harta,
tetapi mewariskan ilmu, maka barangsiapa menangkapnya hendaklah menangkap
bahagian yang banyak.” (rw. Attermidzi).
“barangsiapa
keluar mencari ilmu maka selama ia belum kembali, ia berkedudukan sebagai
seorang mijahid di jalan Allah.” (rw. Attermidzi).
“Sesunggunya
Allah swt., para malaikat-Nya dan para penghuni langit dan bumi, sampai-sampai
semut di dalam lobangnya dan ikan (di laut) sama-sama bershalawat (berdo’a)
bagi orang yang mengajar kebaikan kepada sesama manusia.” Rw. Attermidzi).
“Bersabda
Rasulullah: “Semoga Allah memberi rahmat kepada khalifah-khalifahku”. Lalu bertanya
para sahabat: “Bukankah kita semua adalah khalifah-khalifahmu, ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab: “Kamu adalah sahabat-sahabatku sedang khalifah-khalifahku
adalah mereka yang datang sesudah aku, mempelajari sunnatku dan mengajarkannya
kepada orang lain.”
“Semoga
Allah memberi cahaya bagi orang yang telah mendengar ceritaku dan mengingatnya
kemudian menyampaikannya kepada orang lain tepat sebagaimana ia telah
mendengarnya dari aku. Karena kadang kala orang yang ditabligi (dida’wahi)
lebih ingat dan teliti daripada orang yang mendengarnya langsung.”
Menjadi
tabi’at seorang mu’min bahwa ia akan selalu mengejar ilmu dan menambah
pengetahuannya, dan ia tidak akan berhenti selama ada kesempatan belajar dan
menambah pengetahuan, ia seakan-akan orang serakah yang tidak akan pernah
kenyang.
Bersabda
Rasulullah saw.:
“Seorang
mu’min tidak akan berhenti mendengar pelajaran yang baik sampai mencapai akhir
hayatnya di syurga.” (rw. Attermidzi).
Islam
mendorong dan menganjurkan para penganutnya mencari ilmu dan menuntut
pengetahuan, karena dengan ilmulah orang dapat membedakan antara haq dan
bathil, antara kebajikan dan kejahatan, antara yang salah daripada yang benar,
antara hidayah dan sesat, antara baik dan jelek, antara yang bermanfaat dan
yang madharat. Dan ilmu itu bagi akal manusia umpama cahaya bagi mata, yang
tanpa cahaya itu mata menjadi buta.
Harga
diri seseorang dan tingkat kedudukannya dalam suatu pergaulan hidup ditentukan
oleh seberapa jauh ia menguasai ilmu dan memiliki pengetahuan. Demikian pula
tingkat kemajuan sesuatu umat di segala bidang ditentukan oleh tingkat
kecerdasan umat itu dan sejauh mana para warganya memiliki pengetahuan. Dengan
ilmulah sesuatu umat bisa meningkatkan taraf hidupnya, memakmurkan rakyatnya
dan menyusun kekuatannya.
Diriwayatkan
oleh Sa’ad bin Mu’adz r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Pelajarilah
ilmu karena mempelajari ilmu adalah sebagian dari taqwa kepada Allah,
menuntutnya sebagian dari ibadah, mendiskusikannya sebagai tasbih,
memperdalaminya sebagai berjihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak
mengetahuinya merupakan sedekah dan memberikannya kepada yang patut menerimanya
merupakan pendekatan kepada Allah. Karena ilmu itu petunjuk bagi hal-hal yang
halal maupun yang haram, ia pelita bagi perjalanan ahli syurga. Ilmu itu adalah
penghibur dalam kesepian, teman dalam perantauan, pengobrol dalam khalwat,
penuntun di waktu suka dan duka, senjata terhadap musuh dan penghibur bagi
kawan. Dengan ilmu Allah mengangkat kaum-kaum sebagai pemimpin untuk kebajikan
yang jejak-jejaknya diikuti, amal-amal mereka ditiru dan pendapat-pendapatnya
di dengar. Para malaikat mendambakan berkawan dengan kaum-kaum itu dan dengan
sayap-sayap mereka diusap. Untuk kaum-kaum yang berilmu itu beristighfarlah
semua makhluk yang basah dan yang kering, ikan-ikan, ular-ular, singa-singa
laut dan binatang-binatangnya. Karena ilmu itu menghidupkan hati dari kebodohan
dan merupakan lampu bagi mata-mata dari kegelapan. Dengan ilmu seseorang hamba
Allah dapat mencapai kedudukan orang-orang yang saleh dan tingkat-tingkat yang
tinggi di dunia dan di akhirat. Merenungkan sesuatu masalah ilmiah sama seperti
berpuasa dan berdarusan ilmiah sama dengan ibadah di waktu malam. Dengan ilmu
dapat terlaksana silaturahmi dan dengan ilmu dapat diketahui mana yang halal
dan mana yang haram. Ilmu merupakan imamnya amal dan amal perbuatan adalah
pengikut ilmu. Ilmu diilhamkan oleh Allah kepada orang-orang yang bahagia dan
tidak didapatkan oleh orang-orang yang celaka dan bengal.” (rw. Ibnu
Abdulbarr).
Adapun
ilmu yang seharusnya tiap muslim mengetahuinya, ialah: Tentang wahyu sesuai
dengan apa yang ada dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya dan dengan ajaran
aqidah dan syariat, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Ilmu
itu adalah: Al-Qur’an (Aayatun mukhamah), Hadits Rasulullah (Sunnatun Qaimah)
dan Syari’at (Faridhatun aadilah).
”
Tantang aqidah berfirmanlah Allah swt.:
“Maka
ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain
Allah.” (Muhammad 19).
Dan
tentang syari’at bersabdalah Rasulullah saw.:
“Menuntut
ilmu adalah wajib atas tiap muslim dan muslimat”.
Ilmu
yang wajib dipelajari ialah pengetahuan tentang apa yang harus diamalkan,
seperti pengetahuan tentang hukum-hukumnya sembahyang dan tentang apa yang
diharamkan dan dihalalkan oleh agama. Demikian pula segala apa yang dilakukan
tanpa dasar pengetahuan yang meyakinkan adalah ibadah yang bathil (tidak sah)
dan sekali-kali tidak akan diterima.
Berkata
Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
“Dua
orang mematahkan punggungku (menjengkelkan) aku: Orang bodoh (tidak
berpengetahuan) yang betapa dalam ibadahnya dan orang alim (berpengetahuan)
yang bermaksiat secara terbuka.”.
Adapun
cabang-cabang ilmu yang bersumber dari wahyu, ialah tafsir, hadits, riwayat
nabi, tauhid, fiqih, sejarah Islam, hukum-hukum Islam dan tasawuf. Selain itu
Islam juga menghimbau para penganutnya agar memepelajari cabang-cabang ilmu
yang berhubungan dengan alam semesta, seperti ilmu alam, ilmu kimia, ilmu
falak, tumbuh-tumbuhan, ilmu jiwa, sosial dan sejarah umum, karena itu semua
dapat menambah pengetahuan orang dan keyakinannya akan kebesaran Tuhan dan
kekuasaan-Nya serta hikmah yang terkandung dalam apa yang telah diciptakan.
Marilah
kita mempelajari dan merenungkan apa yang terkandung dalam ayat-ayat firman
Allah swt. di bawah ini:
“Maka
Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak
sedikitpun ? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya
gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang
indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap
hamba yang kembali (mengingat Allah). Dan Kami turunkan dari langit air yang
banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji
tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang
yang bersusun- susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami
hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). seperti Itulah terjadinya
kebangkitan.”(Qaaf 6-11).
“Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan
bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Ar-ruum 22).
“Tidakkah
kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan
dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara
gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya
dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (Faathir 27-28).
“Maka
perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang
sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar
(berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (Ar-ruum 50).
“Tidaklah
kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah
olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti)
gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan
kilat awan itu Hampir-hampir menghilangkan penglihatan. Allah mempergantikan
malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang
besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (Annuur 43-44).
“Maka
hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia diciptakan dari
air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang
dada perempuan.” (Ath-Thaariq 5-7). .
“Dan
di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin.
Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? “ Adz
Dzariaat 20-21).
“Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al
Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi
atas segala sesuatu? Ingatlah bahwa Sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan
tentang Pertemuan dengan Tuhan mereka. ingatlah bahwa Sesungguhnya Dia Maha
meliputi segala sesuatu.” (Fushshilat 53-54).
Tidakkah
dalam ayat-ayat yang dikutip di atas terkandung petunjuk yang menghimbau umat
Islam agar mempelajari secara mendalam ilmu alam, ilmu hayat, ilmu
tumbuh-tumbuhan, ilmu sosial dan sejarah? Di samping itu dalam banyak hal
ayat-ayat yang mengandung perintah mempelajari ilmu-ilmu tersebut terdapat
kata-kata “wasakhkhara” yang artinya “menundukkan”, yakni bahwasanya Allah swt.
telah menundukkan apa yang telah diciptakan di langit dan di bumi dengan semua
isi dan kandungannya untuk dimanfaatkan oleh manusia, makhluk utamanya yang
ditugaskan menjadi khalifah-Nya di atas bumi.
Terang
sekali bahwa manusia tidak akan sanggup mengambil manfaat dari apa yang telah
diciptakan oleh Tuhan itu, jika ia tidak mengenalnya secara terperinci,
mengetahui rahasia-rahasianya, cara-cara penggaliannya dan cara-cara
penggunaannya secara tepat sesuai dengan kebutuhannya bagi kelestarian dan
kebahagiaan hidupnya.
Para
ulama Islam telah sepakat bahwa mempelajari dan mendalami cabang-cabang ilmu
yang ada kaitannya dengan kehidupan manusia dan dengan teknik pembangunan yang
merupakan kebutuhan pokok sesuatu umat, tidak terkecuali ilmu kemiliteran dan
pertahanan adalah merupakan suatu “fardhu kifayah”.
Arti
fardhu kifayah ialah, suatu kewajiban yang ditimpakan di atas suatu kelompok
manusia sebagai suatu kesatuan, namun cukup bila dilaksanakan oleh sebagian
warga-warga kelompok itu. Akan tetapi bila kewajiban itu sampai tidak
terlaksana, maka seluruh anggota kelompok mengandung dosa.
Demikianlah,
maka sejauh yang menyangkut suatu bangsa atau negara terutama yang berpedoman
kepada hukum-hukum Islam, akan berdosalah para pemimpin dan para penguasanya
yang bertanggung jawab, bila fardhu kifayah yang termaksud di atas merupakan
dasar dan sendi hidup suatu bangsa dialpakan dan ditinggalkan tidak terlaksana.
0 komentar:
Posting Komentar